Paslon Nomor Urut 1 Luluk-Lukman Bertekad Perubahan Jatim

Pasangan Calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur nomor urut 1, Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim. (Insani/Jurnas.net)

Jurnas.net – Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim, mendapat nomor urut 1 pada Pilgub Jatim 2024. Luluk menilai nomor satu adalah nomor kemenangan yang memiliki filosofi kompleks, yakni seruan satu.

“Saya dan Mas Lukman sangat berbahagia sekali mendapat nomor urut satu. Insya Allah kita punya tekad yang sama, kita akan punya satu nyali, punya satu jiwa, ada satu barisan, satu gerakan. Nah, ini yang akan menjadi modal dasar untuk bisa membangun Jawa Timur,” kata Luluk, Senin, 23 September 2024.

Mantan Ketua Umum Kopri PB PMII ini mengaku semangatnya bertambah setelah mendapat nomor urut 1. Ia meyakini mampu memberikan semangat perubahan untuk Jatim yang lebih maju, masyarakatnya makmur.

Kata Luluk, pemerintahan yang tidak dapat merubah kondisi kemiskinan di Jatim tidak perlu dilanjutkan. Jika ingin perubahan yang lebih makmur, butuh tekat yang kuat untuk kesejahteraan masyarakat Jatim dan dapat diraih dan diwujudkan bersama-sama.

“Gak ada cara lain kecuali memang kita benar-benar mau berubah. Kalau kita ingin mengurangi angka kemiskinan, dimana Jawa Timur masih menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia. Masa iya kemudian ini mau dilanjutkan,” katanya.

Baca Juga : Ogah Dukung Risma, Eks Banteng Ketaton Surabaya Teriakan Khofifah Dua Priode

Oleh karena itu, Luluk mengaku sudah memetakan permasalahan apa saja yang harus dibenahi untuk mengangkat derajat kesejahteraan Jatim. Di antaranya, pengangguran di Jatim sangat tinggi. “Nah, kondisi ini sebenarnya tidak sejalan dengan posisi geografis Jatim yang memiliki banyak potensi,” ujarnya.

Luluk menyebut Jatim memiliki kekuatan agraris maritim, di mana kesuburan tanah dan kekayaan alam melimpah. Idealnya dapat menampung jutaan pekerja, namun yang terjadi di Jatim malah sebaliknya.

“Sekarang angka partisipasi di dunia kerja itu justru disumbangkan lebih banyak oleh mereka yang lulusan SD 42 persen. Sementara yang lulusan SMA sama SMK itu justru penyumbang tingkat pengangguran terbuka,” katanya.

“Nah, ini adalah momentum untuk menciptakan lapangan-lapangan kerja baru ataupun lapangan kerja yang lain yang kiranya cocok dengan kebutuhan,” pungkasnya.