Gugatan MK Dikabulkan, Walkot Surabaya Sindir Wagub Emil Dardak Haus Jabatan

Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elistianto Dardak. (Istimewa)

Jurnas.net – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyindir Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elistianto Dardak terkait dikabulkannya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Kata Eri, dirinya bersama kepala daerah seangkatannya tidak akan mengajukan gugatan ke MK, karena tidak haus jabatan.

“Kalau kami di PDI Perjuangan (PDI) diajarkan tidak mengejar jabatan, tidak haus jabatan. Kalau sudah ikut (aturan), jabatannya berkurang ya sudah, kita ikuti dan tegakkan aturan, agar masyarakat tidak bingung,” kata Eri, Jumat, 22 Desember 2023.

Eri menilai gugatan yang dilayangkan Emil Dardak sebagai kepala daerah tak memberikan contoh yang bauk. Sebab, Emil terkesan ogah tak patuh karena tak mengikuti aturan yang sudah berlaku.

“Kalau misalnya saya harus mengajukan tuntutan, aturan ini seakan tidak pernah berpedoman. Ada aturan, berubah. Kami tegak lurus dengan aturan dan saya dan PDI Perjuangan tegak lurus dengan aturan presiden dan DPR, aturannya seperti itu ya saya ikuti,” jelasnya.

Eri menegaskan, dia tidak termasuk kepada daerah yang mengajukan gugatan ke MK terkait masa jabatan yang terpotong. Bahkan, dia menegaskan tidak akan pernah melakukan gugatan serupa. Jika aturan menyebut masa jabatannya habis, Eri pasti akan mematuhi itu.

“Saya tidak akan pernah (terpilih Pilkada) di tahun 2021 untuk mengajukan ke MK. Tidak!. Saya tidak termasuk kepala daerah yang menggugat, karena prinsip saya, jabatan adalah amanah dari rakyat. Kedua, kalau ternyata di dalam jabatan itu ada aturan, maka saya sebagai pemimpin memberikan contoh kepada masyarakat, ya tidak akan pernah mengubah aturan itu,” katanya.

Eri mengaku tidak ingin masyarakat menjadi bingung dengan aturan yang sudah ada tetapi bisa berubah. Apalagi diubahnya atas kepentingan, lantaran masa jabatannya terpotong alias tidak full lima tahun. Maka dari itu, ia selalu mengajak warganya untuk tertib dan taat hukum.

“Bayangkan kalau negara itu ada aturan, digugat, berubah lagi hanya untuk kepentingan-kepentingan kan susah. Saya harus memberikan contoh kepada masyarakat. Itulah kenapa saya tidak termasuk menuntut, karena saya punya prinsip itu,” pungkasnya.

Sbelumnya, MK mengabulkan gugatan soal masa jabatan yang terpotong. Gugatan ini dilayangkan oleh Wagub Jatim Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.

Mereka mengajukan gugatan terkait Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada. Para pemohon merasa dirugikan karena masa jabatannya akan terpotong, yaitu berakhir pada 2023, padahal pemohon belum genap 5 tahun menjabat sejak dilantik.

Para pemohon merasa dirugikan dengan Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada tersebut karena pasal tersebut mengatur masa jabatan hasil Pilkada 2018 menjabat sampai 2023, padahal para pemohon mengaku dilantik pada 2019 sehingga terdapat masa jabatan yang terpotong mulai 2 bulan hingga 6 bulan. Permohonan itu pun dikabulkan MK.

“Pasal Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada selengkapnya menjadi menyatakan ‘Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupat serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan dan pelantikan 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan, sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024’,” kata Ketua MK, Dr Suhartoyo, dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis, 21 Desember 2023.