Gus Muhdlor Siap Buka-Bukaan Rekening Buktikan Kasus Pemotongan Dana Insentif BPPD Sidoarjo

Sidang lanjutan perkara pemotongan insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo. (Insani/Jurnas.net)

Jurnas.net – Eks Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengaku siap bukak-bukaan untuk membuktikan dakwaan bahwa dirinya menerima aliran dana dari potongan insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo. Bahkan, pria yang akrab disapa Gus Mubdlor itu, bersedia jika majelis hakim membuka secara terang benderang semua harta dan barang yang dimilikinya.

Hal itu disampaikan Gus Muhdlor di depan majelis hakim saat memanfaatkan waktu yang diberikan majelis hakim, untuk menanggapi kesaksian 17 pegawai BPPD Sidoarjo pada lanjutan perkara di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin, 11 November 2024.

Kepada majelis hakim, Gus Muhdlor mengaku bersedia membuka secara gamblang data rekening pribadinya. Ia ingin memastikan dihadapan majelis hakim bahwa tidak ada pemberian uang atau barang yang diterimanya secara ilegal.

“Saya sudah terlanjur ikrar, monggo dibuka rekening saya secerah-cerahnya. Bahwa tidak ada sekecil apapun, saya menerima barang dan pendapatan uang secara ilegal, yang tidak bersumber dari APBD,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Gus Muhdlor bertanya kepada para saksi, apakah selama ini mereka pernah berkomunikasi secara pribadi melalui WhatsApp (WA) atau sambungan telepon.

“Kalau kemarin saya menyebutkan Pak Jokowi, saya ubah jadi Pak Prabowo. Anda semua tahu Pak Probowo, presiden kita yang baru. Apakah kenal sama dia? apakah pernah berhubungan sama dia? WA-an sama dia? Bercakap-cakap sama dia?,” katanya.

“Anda tahu saya, apakah pernah WA-an sama saya. Bercakap-cakap sama saya?” tambah Gus Muhdlor, yang langsung dijawab tidak oleh para saksi .

Baca Juga : Puluhan Pegawai Bersaksi Dalam Sidang Pemotongan Insentif BPPD Sidoarjo

Kemudian, Gus Muhdlor bertanya kembali kepada para saksi. “Pernah gak Saya main ke BPPD?,” tanyanya lagi, dan kembali dijawab tidak oleh para saksi.

Gus Muhdlor kembali melanjutkan pertanyaannya. “Apa yang terjadi kalau saya tidak tanda tangan SK terkait insentif?,” tanya Gus Muhdlor. Para saksi menjawab, “insentif tidak cair.”

Lalu, Gus Muhdlor menambahkan pertanyaannya, “berarti saya tanda tangan wajib atau enggak,” ujarnya. “Wajib,” jawab para saksi.

Selanjutnya, Gus Muhdlor kembali bertanya. “Pernah gak saya cawe-cawe mengurusi SK?,” tanyanya. “Enggak pernah,” jawab para saksi.

Terakhir, Gus Muhdlor mengajukan pertanyaan terakhir. “Potonganmu itu, sudah dengar sejak 2019. Nah untuk yang 2021, apakah lanjutkan atau perintah baru?,” tanyanya kembali. “Melanjutkan (kebijakan pemkab sebelumnya),” jawab para saksi.

Baca Juga : Bupati Sidoarjo Pastikan Kooperatif Soal Kasus Dugaan Potongan Dana Intensif

Seperti pada persidangan sebelumnya, para saksi dari Pegawai BPPD dicecar pertanyaan olah jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seputar pemotongan insentif pajak.

Mulai dari nominal yang dipotong, cara pemotongan, untuk apa pemotongan dana tersebut, hingga siapa saja pejabat yang terkait dengan pemotongan tersebut.

Dalam perkara ini, Muhdlor dikenakan dakwaan pertama karena melanggar Pasal 12 huruf F jo Pasal 16 UU RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Dakwaan kedua, terdakwa Ahmad Muhdlor didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.

Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp8,544 miliar.