Jurnas.net – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menyoroti serius lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di DKI Jakarta yang mendekati dua juta kasus sejak Juli hingga Oktober 2025. Ia menyebut fenomena ini bukan sekadar masalah musiman, tetapi peringatan dini atas rapuhnya sistem pencegahan penyakit menular berbasis komunitas, terutama di kawasan perkotaan dengan tingkat polusi tinggi.
“Peningkatan kasus ISPA harus menjadi alarm bagi kita semua. Ini menunjukkan lemahnya sistem deteksi dini dan pencegahan berbasis masyarakat, khususnya di kota besar yang padat dan memiliki kualitas udara buruk,” kata Yahya, Rabu, 22 Oktober 2025.
Menurut Yahya, meski Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan situasi masih terkendali, tren kenaikan kasus sejak pertengahan tahun memperlihatkan adanya faktor risiko sistemik yang harus segera diantisipasi. Ia mengingatkan agar lonjakan ISPA tidak dianggap remeh karena gejalanya mirip dengan Covid-19, yang dapat menimbulkan kekhawatiran publik bila tidak ditangani secara transparan.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, hingga Oktober 2025 jumlah kasus ISPA mencapai 1.966.308. Peningkatan tajam terjadi sejak Juli, dengan keluhan umum berupa batuk-pilek berkepanjangan, sakit tenggorokan, dan sesak napas ringan. Fenomena serupa juga dilaporkan di sejumlah daerah lain seperti Bandung, Semarang, Surabaya, dan Tabanan (Bali).
“Cuaca ekstrem, polusi udara, dan daya tahan tubuh masyarakat yang menurun menjadi kombinasi berbahaya yang bisa memicu peningkatan kasus secara eksponensial,” tegas Yahya.
Baca Juga : Wakil Ketua Komisi IX Kawal Pemulangan PMI Asal Jombang Sakit Kritis di Malaysia

Politisi asal Jawa Timur itu mendorong Kemenkes memperkuat Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) hingga ke tingkat puskesmas dan fasilitas kesehatan primer. Ia menilai koordinasi lintas lembaga, terutama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah, sangat penting untuk memantau kualitas udara serta menekan penyebaran penyakit pernapasan.
“Kemenkes tidak bisa bekerja sendiri. Faktor lingkungan, kepadatan hunian, dan perilaku masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap tingginya kasus ISPA,” ujarnya.
Selain langkah kebijakan, Yahya juga menekankan pentingnya edukasi publik yang masif tentang pencegahan sederhana — seperti memakai masker, menjaga kebersihan tangan, memperbaiki ventilasi ruangan, dan segera memeriksakan diri jika muncul gejala berat.
Ia menutup dengan peringatan keras bahwa wabah menular bisa muncul kapan saja bila sistem pencegahan dan kesadaran masyarakat tidak diperkuat. “Kejadian seperti pandemi bukan hal mustahil bila peningkatan ISPA ini tidak direspons dengan langkah berbasis data dan kolaborasi lintas sektor,” pungkas politisi asal Pulau Bawean itu.










