Ini Kata Psikolog Soal Isyarat/Kode Minta Tolong Siswi SMK Sebelum Diperkosa TNI

Ilustrasi - pemerkosaan siswi SMA/SMK

Jurnas.net – Seorang siswi SMK Surabaya berinisial A, 16, korban pemerkosaan oknum anggota TNI berinisial SH, 25, sempat meminta pertolongan dengan cara memberiksan isyarat atau kode tangan mengepal pada orang disekitarnya. Namun, kode jari mengepal sebagai tanda minta tolong ternyata masih belum banyak dipahami oleh masyarakat.

Psikolog sekaligus dosen di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (Untag), Noviekayati, mengatakan isyarat atau kode mengepalkan jari diakuinya belum banyak diketahui oleh masyarakat pada umumnya.

“Ya bisa jadi masyarakat memang tidak tahu atau belum terbiasa ya dengan kode atau isyarat semacam itu. Sebab, ada isyarat umum seperti meronta atau atau berteriak-teriak saja yang mudah dipahami oleh masyarakat,” katanya, Sabtu, 27 Januari 2024.

Ia menambahkan, bisa jadi memang banyak isyarat atau kode untuk meminta pertolongan. Akan tetapi, sebuah isyarat atau kode yang belum ada konsensus atau kesepakatan maka biasanya tidak akan dipahami oleh masyarakat pada umumnya.

“Sepanjang saya tahu di Indonesia memang belum tahu (isyarat mengepalkan jari). Karena belum ada konsensus untuk itu. Jika ada begini maka akan begitu, misalnya demikian,” katanya.

Ia lantas mencontohkan adanya kelompok penyuka sejenis yang memiliki isyarat atau kode tertentu yang dapat dipahami oleh komunitas mereka. Hal itu terjadi karena komunitas semacam ini dianggap cukup intens mensosialisasikan isyarat antar mereka.

Sehingga, dengan kode atau isyarat tertentu, mereka akan dapat dengan mudah mengenali atau mengidentifikasinya. “Misalnya mereka memakai baju kembar bergambar nanas, atau misalkan kita melarang orang untuk memakai kata-kata tertentu karena itu sudah dipakai oleh komunitas penyuka sejenis, misalkan seperti itu,” jelasnya.

Ia menambahkan, jika hal semacam ini dipandang dari sudut yang lain yakni adanya badan-badan yang menaungi persoalan kekerasan seksual untuk menyebar luaskan isyarat-isyarat yang dapat dipahami sebagi bentuk permintaan tolong pada orang lain, maka sebuah isyarat akan mudah dipahami. Apalagi, isyarat tersebut sudah dikonsensuskan atau di sepakati menjadi sebuah isyarat SOS (save our ships/save our soul) atau kondisi darurat di Indonesia.

“Saya kira memang harus ada isyarat yang dikonsensuskan lalu disosialisasikan bahwa isyarat tersebut adalah bentuk permintaan tolong atau dalam kondisi darurat, saya setuju sekali,” katanya.

Selain isyarat, saat ini sebenarnya ada cara yang cukup mudah untuk menunjukkan kondisi darurat atau permintaan tolong. Ia menyebut, gestur atau gerak atau bahasa tubuh yang melawan adalah bentuk permintaan tolong yang paling mudah dipahami oleh masyarakat.

“Ya gestur perlawanan, entah itu badan panik, atau menarik, atau meronta adalah isyarat yang mudah dipahami. Itu boleh karena memang tidak ada pakemnya untuk isyarat itu,” ungkapnya.

Ia pun memiliki pesan khusus agar kejadian kekerasan seksual yang melanda siswi SMK di Surabaya tidak terulang.

“Anak muda itu kan suka diperhatikan. Kalau disanjung sedikit sudah luluh. Kalau di luar ngeri itu, anak-anak sudah diajari untuk tidak berbicara dengan orang asing, don’t talk with stranger. Anggaplah orang asing itu selalu berbahaya, dalam arti bersikap waspada ya. Pokoknya kalau ada orang asing dekat sama kamu jangan mau berbicara, mau ditawari apapun langsung geleng-geleng dan langsung pergi ketempat keramaian,” tegasnya.

Ia menyebut setiap remaja terutama perempuan harus menyiapkan mode waspada terhadap siapa pun yang tidak dia kenal. Dengan demikian, orang asing tersebut akan memahami bahwa lawan bicaranya tengah dalam mode waspada.

“Menurut saya meskipun kita tampak friendly, namun sikap kita harus tetap waspada. Namun tetap kita harus sopan. Dengan demikian biasanya lawan bicara kita akan merasa kalau kita dalam mode waspada atau curiga. Itu menurut saya tetap perlu untuk menjaga diri,” pungkasnya.

Hal senada disampaikan oleh Direktur Women Crisis Center, Ana Abdilah, yang menyebut gerakan kode atau isyarat kedaruratan demikian memang belum populer di indonesia. Sehingga banyak masyarakat yang belum peka dan sensitif . “Itu jadi gerakan dan populer di luar negeri dulu pas jaman-jaman pandemi covid,” ujarnya.

Ia menambahkan, dalam kasus di Surabaya ini, kalau ada anak dengan kode seperti itu sebenarnya dapat dilihat juga dari sorot matanya. Jika sorot matanya tidak ditujukan pada orang maka hal itu dianggap agak susah.

“Jadi memang perlu memikirkan metode apa yang diajarkan ke anak supaya orang dewasa itu jadi paham atau tahu terkait situasi bahaya yang dihadapai si anak. Jadi edukasi, mitigasi, kasus kekerasan terhadap anak itu penting banget kita edukasikan ke anak, termasuk tidak sembarangan mau diajak irang dewasa atau berkata tidak untuk mengasah sensifitas anak,” tegasnya.

Dikutip dari laman worldbank.org, sinyal atau isyarat berupa kode empat jari mengepal dengan ibu jari “terjebak” di dalamnya ini merupakan sinyal untuk meminta pertolongan. Sinyal ini sudah diperkenalkan oleh Canadian Women’s Foundation pada 14 April 2020 lalu.

Saat ini gerakan tangan tersebut diresmikan Women’s Funding Network (WFN), Amerika Serikat pada 28 April 2022 sebagai tanda meminta pertolongan.

Sinyal ini sendiri telah diakui oleh lebih dari 40 organisasi di Kanada dan Amerika Serikat sebagai alat yang berguna untuk membantu memerangi kekerasan dalam rumah tangga.

Sebelumnya, seorang siswi SMK berupaya lolos dari “perangkap” SH, oknum anggota TNI yang memperkosanyap. Korban, ternyata berkali-kali mencoba memberikan kode atau isyarat tangan mengepal sebagai tanda meminta pertolongan kepada beberapa orang.