Jurnas.net – Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Sidoarjo, Subandi, angkat bicara soal viralnya penghentian aktivitas ibadah di Rumah Doa Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Kecamatan Tarik. Subandi mengklaim bahwa isu yang beredar di media sosial hoaks alias tidak benar.
“Saya sudah mencari tahu kejadian yang sebenarnya. Jadi tak ada intimidasi dari kades. Juga tidak ada larangan mendirikan tempat ibadah, namun perlu sosialisasi ke lingkungan sekitar terkait keberadaan rumah ibadah lain yang sudah ada,” kata Subandi, Selasa, 2 Juli 2024.
Subandi mengaku telah berkoordinasi dengan kepala desa, BPD, dan perwakilan rumah ibadah dan FKUB. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa perizinan untuk mendirikan tempat ibadah akan dilengkapi sesuai aturan yang berlaku.
“Jadi, sambil menunggu izin selesai, kegiatan ibadah sementara bisa dilakukan di rumah masing-masing. Jadi, bukan tidak boleh beribadah ya,” katanya.
Baca Juga : Kades di Sidoarjo Diduga Larang Umat Kristen Ibadah di GPdI Tarik
Subandi menegaskan bahwa isu yang beredar tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Mengingat warga Kecamatan Tarik menyambut baik pembangunan tempat ibadah tersebut, dan masyarakat Sidoarjo menjunjung tinggi toleransi antarumat beragama.
Di sisi lain, Subandi meminta masyarakat bijak dalam menggunakan media sosial. Jangan sembarangan membagikan (sharing) informasi, baik tulisan, foto, gambar, maupun potongan video.
“Jika kebenarannya belum jelas, jangan diviralkan. Apalagi, bila potongan video itu bisa mengundang persepsi negatif dan meresahkan. Mari bersikap bijak, jangan setiap ada sesuatu sedikit-sedikit diviralkan di medsos. Saring dulu sebelum dishare ke medsos,” ujarnya.
Baca Juga : Awas! Tiga Sapi Kurban di Sidoarjo Terjangkit PMK
Subandi menegaskan kepada kepala desa bahwa tidak ada larangan membangun tempat ibadah bagi umat non-Muslim. Hal yang penting adalah sosialisasi kepada lingkungan sekitar dan atas sepengetahuan pemerintah desa setempat.
Dari data yang dihimpun, izin pendirian tempat ibadah disebut-sebut belum ada. Perlu dicari solusi terbaik agar munculnya isu-isu SARA bisa dicegah dan tidak membuat masyarakat resah. “Saya meminta pemerintah desa di sana untuk membangun komunikasi dan koordinasi yang baik. Sehingga isu-isu miring seperti itu tidak sampai meluas,” jelasnya.
Menurut ketentuan yang ada, lanjut Subandi, pendirian sebuah rumah ibadah perlu ada sosialisasi dan penerimaan dari lingkungan. Jika sudah mendapat izin dari lingkungan sekitar, pemerintah desa tidak boleh mempersulit. “Saya sebagai pimpinan daerah berharap komunikasikan saja dengan baik. Kami tidak akan mempersulit. Intinya, semua harus dikomunikasikan dengan baik. Insyaallah kalau komunikasinya jalan, masalah apa pun bisa diselesaikan,” katanya.
“Kami sebagai pimpinan daerah akan tetap membangun komunikasi. Setiap tempat ibadah yang dibangun itu diharapkan benar-benar bermanfaat bagi warga Sidoarjo,” tambahnya.