Jurnas.net – Tayangan program “Xpose Uncensored” di stasiun televisi nasional Trans7 menuai gelombang protes dari kalangan santri, alumni, dan masyarakat pesantren. Tayangan tersebut dinilai melecehkan martabat Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, serta mencederai kehormatan pengasuhnya, KH. Anwar Manshur, salah satu tokoh kharismatik Nahdlatul Ulama.
Dalam tayangan itu, narasi yang dibangun disebut menampilkan pesantren dengan framing negatif, seolah terdapat praktik “perbudakan” dan “eksploitasi” di lingkungan pendidikan Islam tradisional tersebut. Tuduhan itu memicu kemarahan publik pesantren dan melahirkan aksi protes, baik di lapangan maupun di media sosial.
Gelombang penolakan bahkan berkembang menjadi seruan boikot terhadap Trans7, disertai desakan agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers menindak tegas media yang dinilai tidak menghormati nilai-nilai keislaman dan kebangsaan tersebut.
Desakan dari DPRD Jatim: Media Harus Menjunjung Adab dan Etika
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Ahmad Athoillah, yang juga dikenal sebagai Gus Athoillah, menyampaikan penyesalan mendalam atas tayangan yang dianggap melukai marwah pesantren dan para ulama.
Politisi PKB yang sekaligus Pengasuh Asrama Sunan Ampel Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang ini menegaskan, media semestinya menjadi mitra pendidikan masyarakat, bukan justru memecah kepercayaan publik terhadap lembaga keagamaan yang telah berperan besar dalam membentuk karakter bangsa.
“Kami di Jawa Timur merasa sangat tersinggung. Lirboyo bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi pilar moral dan keagamaan bangsa. Framing negatif terhadap pesantren sama saja mencoreng wajah pers dan mencederai nilai-nilai luhur keindonesiaan,” kata Gus Athoillah, Selasa, 14 Oktober 2025.
Baca Juga : Gus Atho’ Dorong Khofifah Perkuat SDM Koperasi Merah Putih Untuk Ekonomi Rakyat
Desak Trans7 Sowan dan Minta Maaf Langsung ke KH. Anwar Manshur
Gus Athoillah menegaskan bahwa permintaan maaf formal melalui media tidak cukup. Ia mendesak pihak Trans7 untuk bersilaturahmi langsung (sowan) kepada KH. Anwar Manshur di Kediri sebagai bentuk penghormatan dan tanggung jawab moral.
“Ini bukan sekadar urusan rating atau klarifikasi. Ini soal adab. Mereka harus datang, bersowan, dan menunjukkan rasa hormat kepada para kiai yang telah menjaga marwah pesantren dan membangun fondasi nilai-nilai bangsa,” ujar Gus Athoillah.
Ia juga berharap kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi seluruh insan pers agar lebih berhati-hati dalam mengangkat isu keagamaan, khususnya pesantren, yang memiliki sensitivitas sosial dan historis tinggi di Indonesia.
“Kami mendorong KPI dan Dewan Pers agar bersikap tegas. Jangan sampai kejadian yang merugikan pesantren seperti ini terulang di masa depan,” pungkasnya.