Jurnas.net – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Mapolda Jawa Timur, Kamis, 10 Juli 2025. Orang nomir satu di Pemprov Jatim itu, diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jatim tahun anggaran 2019-2022.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, mengatakab bahwa pemanggilan Khofifah sebagai saksi, tidak otomatis mengindikasikan keterlibatan seseorang dalam tindak pidana.
“Pemanggilan gubernur itu hal yang wajar, mengingat kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tapi penting diingat, menjadi saksi bukan berarti terlibat,” kata Basuki.
Dalam proses penyidikan, lanjut Basuki, KPK membutuhkan beragam sumber informasi, termasuk dari para saksi, ahli, dan tersangka. “Keterangan saksi adalah bagian penting dalam membangun konstruksi hukum, tetapi tetap harus diuji kesesuaiannya dengan alat bukti lainnya,” jelasnya.
Basuki juga menjelaskan konteks kasus dana hibah pokmas yang terkait dengan pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD. Dana hibah ini merupakan mekanisme anggaran berdasarkan hasil reses dan rapat dengar pendapat DPRD yang bertujuan menunjang pembangunan daerah.
“Gubernur tentu perlu dimintai keterangan karena pelaksanaan dana hibah dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub). Tapi tanggung jawab pidana tetap melekat pada siapa yang melakukan pelanggaran hukum, bukan pada jabatan,” jelasnya.
Baca Juga : Khofifah Diam-Diam Hadiri Pemeriksaan KPK di Polda Jatim Soal Dana Hibah Pokmas
Sejauh ini, KPK telah menetapkan 21 tersangka dalam perkara ini. Rinciannya, 4 orang sebagai penerima suap (termasuk 3 penyelenggara negara dan 1 staf), serta 17 pemberi suap, yang terdiri dari 15 pihak swasta dan 2 penyelenggara negara.
Senada juga disampaikan Pakar Hukum Administrasi Negara Unair, Emanuel Sujatmoko, mengingatkan pentingnya membedakan opini dengan fakta hukum. Menurutnya, penilaian pidana tidak ditentukan oleh pernyataan saksi semata, tetapi melalui alat bukti yang dikumpulkan penyidik. “Saksi bisa memiliki kepentingan dalam perkara, sehingga perlu kehati-hatian dalam menafsirkan keterangannya,” katanya.
Emanuel juga mengapresiasi sikap Gubernur Khofifah yang kooperatif dalam menjalani pemeriksaan. Ia berharap proses hukum berlangsung objektif, adil, dan tidak terpengaruh opini yang berkembang di ruang publik.
“Kami percaya Gubernur Khofifah menjalani pemeriksaan sebagai bentuk tanggung jawabnya, dan semua pejabat di Jatim menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” pungkasnya.