Jurnas.net – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, secara terang-terangan menolak pengoperasian Bus Trans Jatim Koridor VII yang digagas oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, khususnya rute yang akan masuk hingga Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ) di pusat kota Surabaya.
Penolakan tersebut disampaikan Eri karena kekhawatiran terhadap nasib angkutan lokal, seperti Suroboyo Bus, angkot kota, dan feeder Wira-Wiri, yang berpotensi kehilangan penumpang akibat rute Trans Jatim yang terlalu masuk ke jantung kota.
“Kalau Bus Trans Jatim langsung masuk ke TIJ, maka trayek-trayek dalam kota bisa sepi penumpang. Kasihan sopir-sopir kita yang menggantungkan hidup di sana,” kata Eri, Selasa, 15 Juli 2025.
Program Bus Trans Jatim merupakan inisiatif Gubernur Khofifah sejak tahun 2022, sebagai solusi untuk memperkuat konektivitas transportasi antarwilayah di kawasan aglomerasi Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Dengan konsep layanan terintegrasi dan tarif terjangkau Rp5.000, Trans Jatim diharapkan menjadi tulang punggung transportasi massal berbasis jalan raya.
Koridor VII sendiri dirancang untuk melayani jalur barat, dari Sidoarjo menuju Surabaya, guna memperluas jangkauan ke wilayah penyangga ibu kota provinsi. Namun dalam implementasinya, program ini memicu resistensi di tingkat kota.
Baca Juga : Eri Cahyadi Kewalahan Tekan Kemiskinan di Surabaya
Eri menyebut, saat rencana Trans Jatim Koridor VII masuk ke TIJ diumumkan, para sopir angkutan lokal langsung menggelar unjuk rasa sebagai bentuk penolakan. Mereka menilai program ini mengancam langsung pendapatan mereka, terutama sopir trayek dalam kota yang selama ini menggantungkan hidup dari rute-rute pendek antarkecamatan di Surabaya.
“Sopir-sopir sempat demo karena merasa trayek mereka tergerus. Maka kami minta ke Dishub Jatim agar mempertimbangkan kembali rute tersebut,” ujarnya.
Merespons situasi ini, Pemerintah Provinsi akhirnya mengalihkan rute Trans Jatim Koridor VII ke arah Lamongan, untuk sementara menghindari konflik transportasi di Surabaya.
Sebagai solusi, Eri menawarkan skema transit yang lebih adil. Dalam model ini, penumpang Trans Jatim yang datang dari luar kota akan turun di titik batas tertentu, kemudian berganti moda transportasi lokal milik Kota Surabaya.
“Kalau dari luar kota, turunnya di titik tertentu lalu disambut trayek Surabaya. Supaya sopir-sopir kita tetap hidup, tetap bisa dapat penghasilan,” pungkasnya.