Pedagang Beras di Surabaya Menjerit: Harga Beras Mahal Hingga Penjualan Menyusut

Salah satu pedagang beras di Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya. (Insani/Jurnas.net)

Jurnas.net – Kenaikan harga beras yang terjadi hampir dua pekan terakhir membuat penjualan di sejumlah pasar tradisional Kota Surabaya anjlok hingga 50 persen. Konsumen kini memilih membeli secara eceran (ngeteng) ketimbang perkarung, sementara pasokan kian sulit didapat.

“Akibat harga beras naik, pembeli turun drastis sampai setengahnya. Sekarang banyak yang beli ngeteng saja,” kata Ach. Cholif Maulana Putra, pedagang beras di Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya, Kamis, 14 Agustus 2025.

Bapak satu anak itu menyebut pasokan beras kemasan 3 kg dan 5 kg kini makin terbatas. Kalaupun ada, harganya sudah melonjak akibat harga gabah yang menembus Rp800 ribu per kwintal. Beras premium kini dijual Rp15.500–16.000 per kilogram, naik dari Rp14.000. Beras medium tembus Rp13.000 per kilogram, sedangkan beras kualitas rendah Rp12.000 per kilogram.

“Kalau harga gabah bisa turun di tingkat petani, harga beras mungkin bisa kembali normal. Tapi sekarang susah, gabah banyak diborong pihak tertentu,” kata Putra.

Baca Juga : Banyuwangi Target Produksi 800 Ribu Ton Beras Untuk Dukung Swasembada Pangan Nasional

Keluhan serupa datang dari Lutfiana, pedagang di Pasar Karah, Kecamatan Jambangan. Ia mengungkapkan pasokan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) kini minim, sehingga banyak pembeli kecewa dan pedagang merugi.

“Beras SPHP ini favorit, apalagi buat ibu rumah tangga dan pedagang nasi. Tapi stoknya sering kosong, bahkan saya pernah tidak dapat pasokan selama sebulan,” ujar Lutfiana.

Akibatnya, Lutfiana terpaksa membeli beras dari tempat lain dengan harga lebih mahal, membuat harga jual ikut naik menjadi Rp65 ribu per 5 kilogram dari harga normal Rp61 ribu.

“Kalau kulakan di luar pasar, kualitasnya sering jelek dan harganya lebih mahal. Saya harap pemerintah benar-benar mengawasi distribusi beras SPHP, supaya stoknya aman dan harga tetap stabil,” kata Lutfiana.