Jurnas.net – Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali menyatakan bakal kooperatif terkait kasus dugaan korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD). Kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, diduga ada potongan dana insentif pajak yang diperuntukkan untuk kepentingan Bupati Sidoarjo.
“Sejak awal, seluruh jajaran Pemkab Sidoarjo selalu kooperatif, dan siap memenuhi panggilan untuk kebutuhan pemeriksaan KPK,” kata Gus Muhdlor, sapaan akrabnya, Rabu, 31 Januari 2024.
Gus Muhdlor mengaku telah memerintahkan kepada seluruh jajaran organisasi perangkat daerah (OPD), untuk memfasilitasi kebutuhan pemeriksaan atau pemberian keterangan yang diminta oleh KPK, berkaitan dengan proses hukum yang sedang berjalan di BPPD.
“Kami memerintahkan kepada perangkat daerah terkait, untuk memfasilitasi kebutuhan pemeriksaan/pemberian keterangan termasuk data-data yang diperlukan KPK. Sehingga semua menjadi jelas dan terang benderang,” katanya.
Berkaitan dengan tindakan hukum yang dilaksanakan KPK terhadap masalah di BPPD, Gus Muhdlor, memerintahkan kepada seluruh perangkat daerah untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Ia memastikan seluruh pelayanan tetap prima, profesional, dan tidak boleh terganggu dengan adanya proses hukum. Gus Muhdlor juga menegaskan menghormati proses penegakan hukum di KPK.
“Kami sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan sesuai kewenangan KPK. Dan kami berharap ini menjadi pelajaran bagi semua untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, terbuka, dan berorientasi pada pelayanan prima,” pungkasnya.
Seperti diketahui, kasus tersebut terungkap dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar tim KPK di Sidoarjo pada Kamis, 25 Januari 2024. Siska bersama 10 orang lainnya ditangkap tim KPK dalam operasi senyap tersebut.
Adapun 10 orang dimaksud termasuk suami dan anak Siska dipulangkan KPK lantaran masih berstatus terperiksa atau saksi.
Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik KPK menahan Siska selama 20 hari pertama terhitung mulai 26 Januari hingga 14 Februari 2024.
Siska disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.