Eri Cahyadi Kesulitan Turunkan Kemiskinan Sejak Tiga Tahun Jadi Walkot Surabaya

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. (Jurnas.net/Amal)

Jurnas.net – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tampaknya kesulitan menurunkan angka kemiskinan di wilayahnya, sejak tiga tahun memimpin Kota Pahlawan. Bagaiman tidak, Eri belum mampu menurunkan satu digit angka kemiskinan sejak mendapat mandat rakyat Surabaya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan Surabaya pada tahun 2021 berada di angka 5,23 persen atau sekitar 152,49 ribu jiwa, kemudian di tahun 2022 turun menjadi 4,72 persen atau sekitar 138,21 ribu jiwa. Artinya, angka kemiskinan hanya menurun 0,51 persen.

Kemudian pada tahun 2023, angka kemiskinan menurun menjadi 4,65 persen atau sekitar 136,37 ribu jiwa pada 2023. Artinya, penurunan kemiskinan tahun ini hanya bergerak menurun di angka 0,07 persen dari tahun sebelumnya.

Sedangkan angka kemiskinan ekstrem Surabaya pada tahun 2021 berada di angka 1,2 persen atau sekitar 35 ribu jiwa. Kemudian pada tahun 2022 angkanya turun menjadi 0,8 persen atau sekitar 23 ribuan.

“Jadi, data kemiskinan ekstrem yang kita terima terakhir sampai tahun 2022, dan mulai 2021-2022 angka kemiskinan ekstrem itu sudah ada penurunan sekitar 0,4 persen, data ini insyallah terus bergerak hingga akhir tahun 2023 ini,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya, Febrina Kusumawati, di Surabaya, Kamis, 28 Desember 2023.

Meski angka kemiskinan menurun sedikit, menurut Febri, itu tidak lepas dari kinerja dan terobosan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi selama beberapa tahun terakhir ini. Salah satu adalah program Padat Karya yang terdiri dari 23 jenis usaha dengan range pendapatan Rp 2-10 juta perorang.

Selain itu, job fair yang menghubungkan langsung pencari kerja dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Kemudian Pemkot juga membuat aplikasi e-Peken untuk mengembangkan dan memberdayakan toko kelontong, dan SKW terus dikembangkan.

“Bahkan, saat ini semua Perangkat Daerah (PD) di lingkungan Pemkot Surabaya diberikan tanggungjawab yang sama untuk bersama-sama mengentas kemiskinan,” katanya.

Dengan berbagai upaya itu, Febri menyebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Surabaya menurun. Berdasarkan data dari BPS Kota Surabaya, TPT Surabaya pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020 berada di angka 9,79 persen. Kemudian, pada tahun 2021 angka TPT itu menjadi 9,68 persen, dan pada tahun 2022 turun menjadi 7,62 persen, hingga akhirnya di tahun 2023 turun lagi menjadi 6,76 persen. “Jadi, pada 2022-2023 TPT turun 0,9 persen,” ujarnya.

Sementara itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, mengklaim penurunan angka kemiskinan dan angka kemiskinan ekstrem serta penurunan TPT itu menunjukkan bahwa APBD yang ditetapkan bersama DPRD Surabaya itu berhasil. “Ini menjadi semangat kita untuk terus berinovasi ke depannya,” katanya.

Meski demikian, Eri menyadari pemkot tidak bisa sendirian dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Surabaya. Menurutnya, semangat warga Kota Surabaya juga harus ikut dan mau untuk merubah nasibnya melalui usaha. “Dengan cara ini, insyallah warga tidak hanya mengandalkan bantuan semata, karena mereka sudah bisa berusaha dan sudah mendapatkan penghasilan sendiri,” ujarnya.

Eri juga menegaskan bahwa berkat keberhasilannya dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem, akhirnya Pemkot Surabaya menerima dana insentif fiskal dari pemerintah pusat. “Alhamdulillah kita dapat insentif fiskal sebesar Rp6,4 miliar kategori kinerja penghapusan kemiskinan ekstrem,” tandasnya.