Jurnas.net – Pembangunan infrastruktur di Kota Surabaya dituntut berjalan lebih cepat seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap layanan publik modern. Namun, keterbatasan fiskal daerah menjadi tantangan utama bagi Pemerintah Kota dalam merealisasikan sejumlah proyek strategis.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga, Prof. Dr. Fitri Ismiyanti, menegaskan bahwa Surabaya perlu menyiapkan skema pembiayaan alternatif agar pembangunan tidak terhambat. Menurutnya, pembiayaan melalui pinjaman daerah maupun kerja sama dengan pihak eksternal bisa menjadi opsi, asalkan dikelola secara transparan, akuntabel, dan dengan perencanaan yang matang.
“Surabaya mungkin perlu rencana pembiayaan alternatif, bisa melalui pinjaman daerah ataupun strategi pembangunan lain. Hal ini agar proyek infrastruktur tetap berjalan di tengah tantangan fiskal yang ada,” kata Prof. Fitri, Selasa, 30 September 2025.
Prof. Fitri menjelaskan, kondisi keuangan Kota Surabaya relatif sehat. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) tercatat jauh di atas batas minimal 2,5 yang ditetapkan pemerintah pusat. Artinya, Pemkot Surabaya memiliki kemampuan untuk mengembalikan pinjaman sekaligus tetap melanjutkan belanja pembangunan.
Meski demikian, ia mengingatkan pentingnya analisis mendalam sebelum mengambil pinjaman. “Kalau misalnya pinjam Rp100 miliar untuk sebuah program pembangunan, harus diproyeksikan tenor pinjaman, bunga yang dibayar, serta kemampuan APBD dalam menanggungnya,” tegasnya.
Ia menekankan, tata kelola keuangan harus transparan agar masyarakat percaya bahwa pinjaman digunakan untuk proyek prioritas yang memberikan manfaat jangka panjang.
Baca Juga : Layanan Adminduk Gratis, Eri Cahyadi Ingatkan Warga Surabaya Berani Laporkan Pungli
Infrastruktur sebagai Motor Pertumbuhan
Menurut Prof. Fitri, pembangunan infrastruktur bukan hanya soal fisik, tetapi juga instrumen strategis untuk memperbaiki iklim investasi, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing kota.
Ia mengingatkan, dengan pertumbuhan penduduk Surabaya yang terus meningkat, keberadaan infrastruktur modern menjadi kebutuhan mendesak. “Tidak ada salahnya menggunakan pembiayaan eksternal sejauh beban keuangan bisa ditanggung. Semakin cepat infrastruktur dibangun, semakin cepat pula masyarakat menikmati manfaatnya,” ujarnya.
Bahkan, nilai Return on Investment of Infrastructure (ROII) dari proyek-proyek Surabaya diproyeksikan mencapai 943%. Angka ini menunjukkan kelayakan ekonomi yang tinggi dengan dampak jauh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan.
Proyek Prioritas Surabaya
Sejumlah proyek besar kini tengah disiapkan, mulai dari Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB), pelebaran jalan di beberapa titik, pembangunan Flyover Dolog, hingga saluran diversi Gunungsari. Selain itu, ada pula pemasangan lampu jalan, normalisasi saluran, dan pembangunan jalan baru untuk mendukung pusat pertumbuhan ekonomi baru.
“Proyek-proyek itu memang membutuhkan dana besar, tapi dampaknya sangat signifikan. Selain memperlancar konektivitas dan mobilitas warga, juga membuka lapangan kerja serta meningkatkan daya saing kota,” jelas Prof. Fitri.
Meski manfaat ekonominya tidak langsung terasa, ia menegaskan hal itu lumrah karena infrastruktur publik umumnya memiliki periode balik modal sekitar tujuh tahun. Oleh karena itu, strategi pembiayaan yang tepat menjadi kunci agar pembangunan tetap berkesinambungan.