Jurnas.net – Pakar Antropologi Universitas Airlangga (UNAIR), Toetik Koesbardiati, menyebut 10 ribu kentungan yang dilakukan oleh Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri merupakan makna kewaspadaan.
Diketahui orang nomor satu di PDI-Perjuangan memimpin pemukulan kentungan dihadapan ratusan ribu massa yang hadir di acara kampanye akbar Ganjar Pranowo-Mahfud MD, di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Sabtu, 3 Februari 2024.
Toetik menyampaikan kentungan yang terbuat dari bambu yang dilubangi sedemikan rupa adalah alat sederhana yang saat dipukul merupakan simbol valid terhadap suatu kejadian dalam suatu masyarakat. Kentungan sendiri disebut pengirim informasi berbasis local wisdom.
“Biasanya etnis Jawa dan Bali yang memiliki adat kentungan ini. Kalau dulu ada kode asap, atau burung untuk memberitakan sesuatu,” kata Toetik, saat dihubungi, Minggu, 4 Februari 2024.
Ia menjelaskan simbol bunyi dan tempo tidak pernah salah dalam mengirim pesan. Setiap nada dan tempo mempunyai makna yang berbeda. Misalnya, berita kematian akan berbeda bunyinya dengan ancaman bahaya.
“Berbeda pula jika ada undangan untuk berkumpul seperti rapat atau kenduri. Jika kentongan dengan kode tertentu dibunyikan, dengan otomatis masyarakat akan keluar untuk berkumpul sesuai dengan kode bunyi dan tempo,” ujarnya.
“Jika bunyi dan tempo 6 kali lalu jedah dan diulang 6 kali (doro muluk) tanda ada kematian. Orang akan segera mencari tahu siapa yang meninggal,” katanya.
Selain itu, lanjut Toetik, kentungan yang dibunyikan secara cepat dan tidak berjedah adalah simbol tanda bahaya (entah banjir, longsor atau binatang buas). “Kadang kentongan juga dibunyikan sebagai petanda waktu. Semua kode tidak pernah salah,” ujarnya.
Menurutnya, kentungan sangat penting secara budaya sebagai sistem informasi terutama masyarakat jawa. Tidak harus bermakna bahaya, bergantung pada bunyi dan tempo.
Meski begitu, terkait bunyi nanda dan tempo 10 ribu kentungan PDI-Perjuangan yang dipimpin Megawati tersebut, terdengar dengan tempo cepat tanpa jeda termasuk tanda bahaya.
“Kalau jumlah 10 ribu kentongan gak bermakna simbol. Yang simbol adalah nada dan tempo kentongan. Apakah bu Mega membunyikan kentongan dengan nada dan tempo tanpa jedah?. Kalau iya, berarti tanda waspada,” katanya.
Sebelumnya, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, menjelaskan, jika pemukulan kentongan ini sebagai simbolisasi agar masyarakat tersadar untuk ikut menjaga kewaspadaan, melawan intimidasi dan kecurangan yang mungkin yang terjadi di Pilpres 2024. Dan yang paling utama mengamankan suara Ganjar – Mahfud pada 14 Febuari 2024 mendatang.
“Kentongan ini tradisi masyarakat secara kolektif dan simbol kewaspadaan serta hidup dalam tradisi bangsa. Masyarakat pun diajak untuk ikut berpartisipasi mengawal pemilu yang jurdil dan mengamankan suara Ganjar – Mahfud di Pilpres 2024,” pungkas Hasto.