Ibu Santri Korban Penganiayaan Maut di Ponpes Kediri Tolak Damai dengan Pelaku

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani takziyah ke rumah duka Bintang Balqis Maulana, 14, di Dusun Kendenglembu, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore. (Dok: Humas Pemkab Banyuwangi)

Jurnas.net – Suyanti, ibu santri korban penganiayaan berujung maut di Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al-Hanifiyya Kabupaten Kediri, mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. Ia menegaskan menolak damai, dan ingin kasus itu ditindak secara profesional.

“Saya dengan tegas menolak upaya perdamaian yang akan diajukan oleh penasehat hukum untuk keempat pelaku. Saya berharap, pihak Kepolisian menangani kasus ini bertindak dengan profesional,” kata Suyanti, dikonfirmasi, Selasa, 15 Maret 2024.

Suyanti mengaku sangat terpukul atas meninggalnya sang anak, setah dianiaya empat tersangka santri di ponpes tersebut. Ia juga mengaku tersinggung atas upaya damai melalui mediasi yang diajukan kuasa hukum empat tersangka. Kata dia, kuasa hukum tersangka menyatakan jika kliennya menganiaya korban, karena salah paham antara korban dan pelaku.

“Saya sebagai ibunya yang melahirkan dan membesarkan Bintang, saya tau kalau anak saya disuruh solat pasti akan segera melakukan, jadi tidak perlu dianiaya apalagi dibunuh,” jelasnya.

Baca Juga : Penganiayaan Santri Berujung Maut di Kediri Selama Tiga Hari dengan Cara Smackdown

Tak hanya itu, Suyanti juga berharap agar polisi memproses hukum pengasuh Pondok Pesantren Al Hanafiyyah. Ia menilai penganiayaan itu terjadi karena ada kelalaian pihak ponpes, yang menyebabkan anaknya meninggal akibat dianiaya oleh santri senior.

“Saya berharap pihak Kepolisian profesional, tidak hanya berhenti pada empat tersangka. Tapi ada tersangka lain, karena ada unsur kelalaian pihak pondok yang mengakibatkan santri meninggal,” tandasnya.

Diketahui, Bintang Balqis Maulana, 14, santri di Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al-Hanifiyya Kabupaten Kediri, meninggal dunia setelah dianiaya empat santri lainnya.

Ada empat tersangka dalam kasus tersebut. Mereka berinisial MN, 18, seorang pelajar kelas 11 asal Sidoarjo, MA, 18, pelajar kelas 12 asal Nganjuk, AF, 16, asal Denpasar Bali, dan AK, 17, asal Kota Surabaya.

Akibat perbuatannya, keempat tersangka dikenakan Pasal 80 Ayat 3 tentang perlindungan anak, Pasal 170 dan Pasal 351 tentang penganiayaan berulang yang menyebabkan luka berat atau mati dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.