Bank Jatim di Titik “Kritis”: Pansel Dibentuk, Publik Menanti Perubahan Nyata Direksi

Ketua Pansel, Prof. Mohammad Nuh bersama Sekdaprov Jatim Adhy Karyono. (Insani/Jurnas.net)

Jurnas.net – Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengambil langkah strategis dan perlu dicermati secara kritis dengan membentuk panitia seleksi (Pansel) guna memilih calon anggota komisaris dan direksi baru untuk PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim). Proses ini sekaligus menjadi bagian dari persiapan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dijadwalkan berlangsung akhir Mei 2025.

Pembentukan pansel ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Jatim Nomor 100.3.3.1/215/013/2025 yang diterbitkan pada 20 Maret 2025. Ketua Pansel, Prof. Mohammad Nuh, menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bentuk konkret penguatan tata kelola Bank Jatim, terutama pasca mencuatnya dugaan fraud di salah satu cabang strategis.

“Kami sedang melakukan seleksi untuk kepengurusan baru dalam rangka menyiapkan RUPS. Karena Bank Jatim sudah menjadi perusahaan terbuka, maka semua proses seleksi harus sesuai dengan ketentuan OJK,” kata Prof. Nuh, usai rapat pansel di Kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan Surabaya, Jumat, 25 April 2025.

Pansel menjanjikan proses seleksi akan diumumkan secara terbuka dalam waktu dekat. Tahapan seleksi administratif dan uji kompetensi akan melibatkan lembaga profesional independen, serta dilakukan dengan asas transparansi dan integritas penuh.

“Kita ingin memastikan kandidat yang terpilih memiliki visi besar serta rekam jejak kuat dalam tata kelola keuangan dan perbankan,” kata Prof. Nuh.

Baca Juga : WTP 10 Kali Bukan Jaminan Bersih, DPRD Soroti Masalah Pengelolaan Keuangan Pemprov Jatim

Langkah ini tidak bisa dilepaskan dari latar belakang kasus dugaan kredit fiktif di Bank Jatim Cabang Jakarta yang menyebabkan potensi kerugian ratusan miliar rupiah. Sekretaris Daerah Provinsi Jatim, Adhy Karyono, menyatakan bahwa penanganan sudah dilakukan, termasuk audit internal hingga pelaporan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

“Bank Jatim telah melakukan upaya proaktif begitu menerima laporan dari OJK, termasuk audit, pelaporan hukum, serta upaya pemulihan aset,” kata Adhy.

Kerugian yang semula mencapai Rp569,4 miliar, kini telah ditekan menjadi sekitar Rp268,9 miliar. Upaya pemulihan dilakukan melalui penagihan, pencairan agunan, serta appraisal aset-aset debitur. Namun publik tentu berharap adanya langkah yang lebih sistemik untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.

Evaluasi menyeluruh terhadap proses bisnis, pelayanan, hingga kinerja manajerial sedang dilakukan. Dalam hal ini, Pansel yang diketuai Prof. Nuh menjadi ujung tombak dalam menentukan arah baru kepemimpinan Bank Jatim.

Meski sempat diterpa kasus, Pemprov mengklaim kondisi keuangan Bank Jatim masih sehat. Adhy menegaskan bahwa laba Bank Jatim Tahun Buku 2024 tetap tertinggi dibanding seluruh BPD di Indonesia, dan tetap mampu memberikan dividen optimal bagi pemegang saham.

Baca Juga : Hati-hati Menabung di Bank Jatim, Pegawai Bobol Uang Nasabah Rp5,87 Miliar

Namun demikian, pembentukan pansel dan evaluasi menyeluruh ini seharusnya tidak hanya bersifat simbolis atau prosedural. Pemprov harus memastikan bahwa hasil seleksi benar-benar membawa perubahan nyata, bukan sekadar mengganti figur, namun membenahi sistem dan budaya kerja di internal Bank Jatim.

Langkah ini harus dimaknai sebagai momen evaluasi besar-besaran terhadap arah dan kinerja BUMD perbankan strategis milik daerah, agar tetap relevan dan kredibel di tengah tantangan dunia perbankan yang terus berubah.

Seperti diketahui, kasus kredit fiktif di Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) mencuat ke permukaan, setelah aparat penegak hukum mengendus adanya penyaluran kredit senilai sekitar Rp569,4 miliar yang tidak sesuai prosedur. Kredit tersebut diduga diberikan kepada sejumlah debitur yang tidak memiliki kelayakan usaha, maupun jaminan yang memadai, serta terindikasi kuat bahwa sebagian besar dana tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Kasus ini berawal dari proses audit internal dan laporan masyarakat yang mencurigai adanya penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit di salah satu kantor cabang Bank Jatim. Dalam proses penyelidikan, ditemukan bahwa beberapa kredit diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang diduga tidak aktif atau tidak memiliki kegiatan usaha riil.

Selain itu, ada indikasi pemalsuan dokumen, manipulasi laporan keuangan, hingga keterlibatan oknum internal bank dalam meloloskan pencairan kredit. Dampak dari kasus ini tidak hanya mengakibatkan kerugian besar bagi keuangan negara, tetapi juga mencoreng reputasi Bank Jatim sebagai bank milik daerah yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi lokal.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kejaksaan, dan lembaga terkait kini tengah melakukan pendalaman, termasuk upaya menelusuri aliran dana, pihak-pihak yang terlibat, serta kemungkinan adanya tindak pidana korupsi, perbankan, dan pencucian uang dalam kasus ini.

Kasus di Bank Jatim ini bukan yang pertama kali terjadi, sebelumnya Bank Jatim juga pernah kebobolan Rp 119,9 miliar dalam kasus money laundry atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan memanfaatkan kelemahan BI Fast pada JConnect Bank Jatim.

Hal sama terjadi di Bank Jatim cabang Syariah Sidoarjo. Kasus kredit fiktif senilai lebih dari Rp 25 miliar pada 2022 ini juga melibatkan orang dalam. Lalu kasus kredit fiktif senilai Rp 170 miliar juga terjadi di Bank Jatim cabang Kepanjen, Malang pada 2021.