Jurnas.net – Rekomendasi DPRD Jawa Timur (Jatim) terkait pencopotan jajaran Direksi dan Komisaris PT Bank Jatim, akibat skandal kredit fiktif senilai Rp569,4 miliar hingga kini masih tertahan di meja pimpinan DPRD Jatim.
Surat dengan nomor 032/Kom.C/III/2025 yang dikeluarkan oleh Komisi C DPRD Jatim sejak 10 April 2025 itu sejatinya sudah mendapatkan disposisi pimpinan pada 14 April. Namun hingga awal Mei ini, surat yang dinyatakan “segera” itu belum juga ditindaklanjuti.
“Surat rekomendasi itu ternyata masih ada di meja pimpinan. Katanya mau dijadikan lampiran surat pendapat DPRD. Tapi sampai sekarang belum ada kelanjutannya,” kata anggota Komisi C DPRD Jatim yang namanya enggan disebutkan, Selasa, 6 Mei 2025.
Diketahui, dalam surat rekomendasi itu ada dua poin penting. Pertama, meminta pertanggungjawaban seluruh jajaran Direksi dan Komisaris atas skandal BI Fast dan kredit fiktif, dan kedua mendesak pencopotan total jajaran tersebut demi pemulihan kepercayaan publik.
Baca Juga : Bank Jatim Diduga Tahan Ijazah Karyawan, LBH Ansor Desak Khofifah Jangan Diam Saja
Ketua Komisi C, Adam Rusydi, menegaskan, langkah ini diambil demi menjaga kredibilitas lembaga keuangan milik daerah. “Bank Jatim ini perusahaan terbuka. Kami tidak bisa diam melihat hancurnya kepercayaan publik akibat kasus besar seperti ini,” ujarnya.
Komisi C menjadi pihak pertama yang secara tegas menyuarakan sikap terhadap skandal yang mengguncang publik ini, bahkan sebelum adanya langkah konkret dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Ironisnya, di tengah mandeknya tindak lanjut dari DPRD, Pemprov Jatim justru sudah bergerak membentuk panitia seleksi (pansel) untuk memilih calon direksi dan komisaris baru. Pansel ini dibentuk melalui Keputusan Gubernur Jatim Nomor 100.3.3.1/215/013/2025 tertanggal 20 Maret 2025. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dijadwalkan akan digelar akhir Mei 2025.
Sementara itu, proses hukum juga terus berjalan. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, termasuk Kepala Cabang Jakarta dan pemilik PT Indi Daya Group. Modus operandi mereka mencakup pencairan kredit jumbo dengan jaminan palsu serta dokumen perusahaan fiktif.
Skandal ini menjadi ujian serius bagi integritas Bank Jatim sebagai bank milik pemerintah daerah, dan mencerminkan urgensi reformasi menyeluruh dalam tubuh manajemen bank tersebut.