Jurnas.net - Kilau merah yang dulu menjadi simbol keberpihakan terhadap rakyat kecil kini mulai pudar. PDI Perjuangan, partai yang mengusung semangat “partai wong cilik”, kembali tercoreng oleh serangkaian kasus hukum yang melibatkan para kadernya, dari korupsi hingga penyalahgunaan narkoba.
Terbaru, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, kader PDIP yang dikenal merakyat, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Sugiri bukan satu-satunya. Dalam dua tahun terakhir, beberapa kader PDIP di Jawa Timur juga terseret kasus korupsi dana hibah dan bahkan narkoba. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: ke mana arah moral partai yang selama ini mengusung nilai-nilai kerakyatan dan anti-korupsi itu?
Kisah Sugiri Sancoko adalah ironi politik lokal. Lahir di desa kecil di Kecamatan Sampung, Ponorogo, Sugiri tumbuh sebagai sosok sederhana dan dekat dengan rakyat. Sebelum menjadi bupati, ia pernah menjadi wartawan dan pengusaha reklame, lalu menapaki karier politik lewat Partai Demokrat, sebelum akhirnya bergabung dengan PDIP dan menang dua kali dalam Pilkada Ponorogo.
Namun, karier gemilang itu hancur dalam sekejap. Pada Jumat, 7 November 2025, KPK menangkapnya dalam operasi senyap di Ponorogo. Dari tangan para tersangka, penyidik menemukan uang tunai yang diduga merupakan bagian dari suap tahap ketiga terkait jabatan Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma, agar posisinya tidak digeser.
"Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan empat orang tersangka,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Minggu, 9 November 2025.
Selain Sugiri, KPK juga menahan Sekda Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD Yunus Mahatma, dan pihak swasta Sucipto. Bupati yang dikenal gemar blusukan ke desa kini justru harus blusukan ke ruang tahanan KPK.
Baca Juga : OTT Bupati Ponorogo Jadi Tamparan PDIP: Said Abdullah Akui Politik Biaya Tinggi Picu Korupsi
Deretan Kader PDIP yang Terseret Kasus Korupsi
OTT Sugiri hanya satu dari sekian kasus yang menyeret kader PDIP di Jawa Timur. Beberapa nama besar lain turut mencoreng citra partai berlambang banteng moncong putih tersebut.
Kusnadi, mantan Ketua DPRD Jawa Timur dan politisi senior PDIP, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (pokir) bersama dua anggota DPRD Jatim lainnya, Mahfud dan Hasanuddin.
Ketiganya diduga menerima aliran dana dari program hibah masyarakat yang bersumber dari APBD Jatim 2020–2024, dengan nilai mencapai miliaran rupiah.
Kasus ini menjadi pukulan berat bagi PDIP Jatim, yang selama ini dikenal solid dan berpengaruh di tingkat daerah. Apalagi, mereka kerap mengusung jargon “partai ideologis, bersih, dan berpihak pada wong cilik.”
Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan sebaliknya, ideologi kerakyatan kini retak oleh praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Tak Hanya Korupsi, Kader PDIP Juga Terjerat Narkoba
Masalah di tubuh PDIP Jatim tak berhenti di soal korupsi. Agus “Black Hoe” Budianto, anggota Komisi D DPRD Jatim dari PDIP, harus mengakhiri karier politiknya setelah terbukti positif menggunakan narkoba.
Wakil Ketua Bidang Kehormatan DPD PDIP Jatim, Budi Sulistyono (Kanang), menegaskan bahwa partai langsung memproses pengunduran diri Agus begitu hasil tes keluar. "Surat pengunduran diri sudah ditandatangani oleh yang bersangkutan dan sudah kami kirim ke DPP PDIP,” ujar Kanang pada Senin (6/10/2025).
Baca Juga : KPK OTT Bupati Ponorogo: Karier Cemerlang Sugiri Sancoko Berakhir di Tahanan
Meski PDIP mengklaim bertindak tegas terhadap kader yang bermasalah, rentetan kasus ini menimbulkan citra negatif di mata publik bahwa partai pemenang Pemilu 2024 ini sedang kehilangan arah moral dan disiplin kader.
Citra Merah yang Mulai Pudar
Deretan kasus ini menjadi refleksi kelam bagi PDIP, khususnya di Jawa Timur. Partai yang dulu dibangun atas dasar idealisme, kejujuran, dan perjuangan wong cilik, kini justru berkutat dengan korupsi, suap, dan narkoba.
Kehancuran moral beberapa kader membuat publik menilai bahwa PDIP sedang berada di persimpangan antara menjaga ideologi atau terjebak dalam pragmatisme politik kekuasaan.
Jika pembenahan tidak dilakukan secara serius, maka “citra merah” yang dulu membara bisa benar-benar padam di mata rakyat.
Editor : Risfil Athon