Jurnas.net – Penemuan dua bidang Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektare di wilayah laut timur Surabaya mengungkap fakta mengejutkan. Ternyata area tersebut berada di wilayah administratif Kabupaten Sidoarjo, bukan Kota Surabaya.
Berdasarkan penelusuran melalui situs bhumi.atrbpn.go.id, terdapat dua bidang tanah yang masing-masing berstatus Hak Guna Bangunan (HGB). HGB pertama mencakup daratan di Kecamatan Sedati, Sidoarjo, hingga ke lautan lepas dengan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) 00182, memiliki luas mencapai 2.851.652 meter persegi.
Sementara HGB kedua membentang di wilayah laut yang sedikit menyentuh daratan Sidoarjo, terdaftar dengan NIB 00030, dan memiliki luas 1.523.655 meter persegi.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur, Lampri, yang menyebut dua bidang HGB tersebut berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo. “Dua bidang HGB itu benar berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo, dan penjelasan detail akan disampaikan saat konferensi pers,” kata Lampri, Selasa, 21 Januari 2025.
Baca Juga : Heboh! Muncul HGB di Laut Timur Surabaya Diduga Proyek Reklamasi PSN
Untuk diketahui, HGB di laut timur Surabaya itu pertama kali ditemukan oleh netizen dengan akun X @thanthowy, yang mencuitkan hasil penelusurannya mengenai keberadaan HGB itu di sekitar kawasan Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar Surabaya.
“Ada area HGB ± 656 ha di timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar: 1. 7.342163°S, 112.844088°E,” tulis @thanthowy dalam cuitannya, Senin, 20 Januari 2025.
Pria yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair) itu, mengaku awalnya penasaran dengan ramai diperbincangkannya HGB di atas laut Tangerang. Ia pun mencoba melakukan penelusuran menggunakan aplikasi Bhumi di wilayah Surabaya.
Hasilnya, HGB seluas 656 hektare itu ditemukan di kawasan timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya, tepatnya di koordinat 7.342163°S, 112.844088°E, 7.355131°S, 112.840010°E, 7.354179°S, 112.841929°E. “Saya menemukan area HGB ± 656 ha di timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya,” ujarnya.
Thanthowy pun menyoroti bahwa status HGB tersebut berpotensi melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013, yang melarang pemanfaatan ruang di atas perairan, termasuk penerbitan HGB. “Putusan MK 85/PUU-XI/2013 melarang atau membatalkan pemanfaatan ruang (HGB dan lain-lain) di atas perairan,” jelasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat pentingnya perlindungan wilayah pesisir dan laut dari aktivitas reklamasi yang berpotensi merusak ekosistem. Hingga kini, belum ada klarifikasi dari pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan instansi yang berwenang atas perizinan lahan tersebut.
Netizen pun merespons dengan berbagai komentar, mempertanyakan bagaimana status HGB tersebut dapat diberikan di area yang tampaknya tidak memungkinkan untuk pembangunan. Sebagian besar menyuarakan keprihatinan akan kemungkinan adanya pelanggaran hukum atau penyalahgunaan kewenangan.
Mereka mendesak pemerintah agar segera melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan legalitas status HGB di lokasi tersebut. Selain itu, aktivis lingkungan turut menyerukan perlunya transparansi dalam pelaksanaan proyek reklamasi, guna menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan.
“Coba dicek nama ploting agar jelas siapa nama pemiliknya,” komentar akun bernama @IlhamsetiawanK1.