Jurnas.net – Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur menyebut Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah, di Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, belum memiliki izin operasional. Hal ini diketahui setelah Kemenag melakukan Investigasi, menyusul adanya santri asal Banyuwangi meninggal, akibat dianiaya santri lainnya.
“Pondok itu belum mengantongi izin operasional,” kata Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As’adul Anam, Rabu, 28 Februari 2024
Diketahui, Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah merupakan tempat nyantri Bintang Balqis Maulana, 14, warga asal Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi yang tewas dianiaya oleh teman sesama santri. Pondok itu telah memulai aktivitas sejak 2014 itu, berada di kawasan Al Ishlahiyyah, dan pondok tersebut merupakan bagian terpisah.
“Jadi, saat kami di TKP kejadian itu ada di Pondok Pesantren Al Hanifiyyah, bukan di Al Ishlahiyyah. Tetapi korban juga belajar di MTs Sunan Kalijogo di Pondok Pesantren Al Ishlahiyyah,” ujarnya.
Baca Juga : Ibu Korban Ungkap Kebohongan Ponpes di Kediri Santri Meninggal Karena Jatuh dari Kamar Mandi
Anam sangat menyayangkan kejadian ini. Dia turut berbelasungkawa atas meninggalnya santri berusia 14 tahun tersebut. Kini pihaknya menyerahkan dan menghormati seluruh proses hukum yang berlaku. Karena Kemenag tidak bisa memberikan hukuman atau sanksi terhadap pesantren pimpinan Fatihunada itu.
“Kita akan menghormati proses hukum, artinya bahwa lembaga tersebut bukan tidak menjadi kewengangan kami, tetapi kita pantau tapi proses hukum ini menjadi bagian terintegrasi bahwa penyelesaian itu sampai disana,” katanya.
Selain itu, kata Anam, Kemenag juga tidak bisa melakukan penutupan terhadap aktivitas pesantren sekalipun ijin operasional telah dicabut. Ini sesuai keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur bahwa belajar ilmu agama merupakan wajib.
Perbedaan berijin dan tidak terletak pada akses bantuan. Mereka yang tidak berijin tidak bisa mengakses bantuan dari pemerintah, termasuk program-program pendidikan lainnya.
“Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur kita tidak bisa menutup pesantren, kenapa karena tujuan orang belajar mencari ilmu agama itu fardu ain. Oleh karena itu kemudian dijadikan sebagai pertimbangan atau landasan untuk menentukan hukum bahwa pesantren tidak bisa ditutup. Kalau ijin operasional bisa dicabut kalau ada tapi inikan tidak ada,” ujarnya.
Baca Juga : Gus Abal-abal Samsudin Bikin Konten Boleh Tukar Pasangan Demi Tambah Subscriber
Sebagai langkah antisipasi, Kemenag Kanwil Jatim telah menjalankan beberapa program. Di antaranya sosialisasi pesantren ramah santri atau ramah anak bersama RMI PWNU Jatim sejak 2022.
Bekerjasama dengan DPRD Jatim, melakukan pelatihan satgas pesantren ramah santri atau anak di 7 wilayah kerja atau 840 pesantren. Dan bekerjasama dengan Unicef terkait penanganan kekerasan fisik dan seksual di Jatim.
“Tahun ini kami buat program namanya SALIM yaitu, sapa lembaga pendidikan keagamaan islam. Itu kita lakukan setiap minggu untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan pondok pesantren,” pungkasnya.
Sebelumnya, pihak kepolisian sudah menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian Bintang. Keempat tersangka itu adalah MN, 18, seorang pelajar kelas 11 asal Sidoarjo, MA, 18, pelajar kelas 12 asal Nganjuk, AF, 16, asal Denpasar, dan AK, 17, asal Kota Surabaya.
Akibat perbuatannya, keempat tersangka dikenakan Pasal 80 Ayat 3 tentang perlindungan anak, Pasal 170 dan Pasal 351 tentang penganiayaan berulang yang menyebabkan luka berat atau mati dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.