Jurnas.net - Presiden ke-6 Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menerima Penghargaan Sepuluh Nopember, anugerah tertinggi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dalam puncak Dies Natalis ke-65 di Graha Sepuluh Nopember, Surabaya, Selasa, 11 November 2025.
Penghargaan yang diserahkan langsung oleh Rektor ITS Prof. Ir. Bambang Pramujati itu menjadi pengakuan atas rekam jejak kepemimpinan SBY dalam membangun bangsa melalui demokrasi, tata kelola konstitusional, dan kebijakan berkelanjutan.
Dalam orasi ilmiahnya, SBY mengaku bangga kepada ITS yang terus menegaskan diri sebagai universitas kelas dunia yang berbasis inovasi dan keberlanjutan.
"Semoga ITS makin memperkuat diri sebagai world class university, center of excellence, dan center of innovation and sustainability. Saya percaya ITS bisa,” kata SBY, yang disambut tepuk tangan meriah civitas akademika.
“ITS bukan hanya kebanggaan Jawa Timur, tetapi juga kebanggaan Indonesia—bahkan dunia," imbuhnya.
SBY memuji pesan Ketua Majelis Wali Amanat Prof. Mohammad Nuh dan Rektor Prof. Bambang Pramujati yang menekankan pentingnya demokrasi dan manfaat nyata pendidikan.
"Demokrasi, konstitusi, dan rule of law adalah fondasi negara yang tidak boleh kita abaikan. Apa pun yang kita lakukan harus membawa manfaat bagi bangsa—bring benefit to our country, to our people,” ujarnya.
SBY kemudian menyinggung pengalaman pribadinya dalam menyelesaikan konflik Aceh secara damai—sebuah capaian bersejarah yang menandai kepemimpinan berbasis moral dan tekad politik.
"Banyak yang tidak percaya konflik 30 tahun di Aceh bisa selesai secara damai dan terhormat. Tetapi kita membuktikan bahwa yang tak mungkin bisa menjadi mungkin,” katanya.
Dalam bagian ekonomi, SBY menegaskan kembali tesisnya tentang “Sustainable Growth with Equity”—pertumbuhan yang adil, ramah lingkungan, dan berpihak pada masa depan bumi.
"Ekonomi kita harus mengarah pada Net Zero Indonesia 2060. Kalau tidak, kiamat—bumi kita tidak bisa disambung lagi,” ujar SBY sembari mengingatkan bahaya kerakusan ekonomi global.
“Kita harus menghentikan keserakahan. Kita tidak ingin menjadi greedy nation. Yang kita perlukan adalah need not greed," tambahnya.
SBY juga menyoroti pentingnya pemerataan akses pendidikan. Ia memuji komitmen ITS untuk memastikan tak ada mahasiswa putus kuliah karena faktor ekonomi.
"Membangun human capital adalah masa depan kita. No one left behind. Selalu ada solusi,” tegasnya.
Menutup orasi, SBY menyinggung dinamika dunia yang kian tidak menentu. "Keadaan dunia tidak dalam kondisi baik. Geopolitik memanas. Ini era G-Zero—every country for itself. Namun dengan inovasi dan kepemimpinan yang tepat, kita bisa melewati tantangan itu,” ujarnya.
Acara turut dihadiri mantan Mendiknas Prof. Mohammad Nuh, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Forkopimda Jatim, serta jajaran Fraksi Partai Demokrat DPRD Jatim.
Emil Dardak menilai orasi SBY memuat refleksi mendalam sekaligus arah presisi pembangunan masa depan.
"Beliau memberi konteks proyeksi masa depan—bagaimana teknologi dipersiapkan untuk menjawab persoalan manusia. Pesannya tentang bahaya keserakahan sangat relevan di era modern,” ujar Emil.
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim dr. Agung Mulyono menilai pidato SBY menunjukkan ketepatan analisis yang terbukti lintas zaman.
"Orasinya kuat dan presisi. Pandangan beliau 15 tahun lalu kini benar-benar terjadi di 2025,” ujarnya.
“Beliau layak disebut bapak bangsa dan mentor nasional—inspirasi besar bagi kader Demokrat dan bangsa Indonesia.”
Sementara itu, Plt Sekretaris DPD Demokrat Jatim Mugiyanto menilai orasi SBY sebagai kuliah kebangsaan yang layak dijadikan referensi generasi muda.
"Anugerah ITS ini bukan sekadar seremoni, melainkan ruang intelektual yang menegaskan pentingnya kepemimpinan visioner dan keberanian moral,” pungkasnya.
Editor : Amal