Jurnas.net – Tim kuasa hukum mantan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminudin suaminya, meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menolak dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua terdakwa sebelumnya didakwa menerima gratifikasi Rp100 miliar lebih, selama mantan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari menjabat.
“Kami kuasa hukum terdakwa meminta mejelis hakim menolak dakwaan jaksa, karena terlalu mengada-ngada, tidak jelas dan mengaburkan fakta sebenarnya,” kata kuasa hukum terdakwa, Diaz Wiriardi, saat membacakan eksepsi atau keberatan atas dakwaan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis, 20 Juni 2024.
Selain itu, Diaz meminta majelis hakim untuk membebaskan kedua terdakwa mantan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminudin suaminya dari dakwaan jaksa, serta mengembalikan seluruh harta yang disita akibat perkara tersebut.
Untuk diketahui, JPU KPK sebelumnya mendakwa kedua terdakwa melanggar pasal 12B tentang Gratifkasi serta pasal 3 dan pasal 4 UU TPPU. Jaksa merinci semua gratifikas yang diterima kedua terdakwa selama 2013 hingga 2021 yang totalnya mencapai lebih dari Rp100 miliar.
Uang dari hasil gratifikasi diduga diperoleh dari berbagai pihak, seperti pihak swasta hingga ASN Pemkab Probolinggo dirupakan aset berupa tanah, kendaraan hingga perhiasan. Menurut Diaz, jaksa tidak jelas dalam menguraikan perbuatan gratifikasi yang didakwakan kepada kedua terdakwa.
“Menurut uraian jaksa, gratifikasi dilakukan melalui perantara orang lain. Ternyata dari penerimaan uang atau barang tersebut, kebanyakan disalurkan kepada lembaga pesantren dan dan ormas NU, dan jaksa tidak mengurai lebih lanjut keterkaitan penerimaan uang atau barang oleh pihak lain tersebut dengan para terdakwa,” jelasnya.
Baca Juga : Eks Dua Bupati Probolinggo Didakwa TPPU
Akibat ketidakjelasan dakwaan itu, kata Diaz, maka akan merugikan hak-hak kedua terdakwa dalam melakukan pembelaan, dan berpotensi akan menyesatkan hakim di dalam mengambil keputusan.
Selain dianggap tidak jelas dan kabur, para terdakwa dalam eksepsinya juga menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun oleh jaksa, dianggap bersifat “ne bis in idem” alias perkara yang diajukan saat ini sama dengan perkara sebelumnya yang telah diputus oleh hakim. Vonis pada perkara pertama bahkan telah berkekuatan hukum tetap.
“Ne bis in idem merupakan asas hukum yang mengandung pengertian bahwa seseorang tidak boleh dituntut sekali lagi karena perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim,” katanya.
Kata Diaz, saat ini kedua terdakwa sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI No. 30 K/Pid.Sus/2023 tanggal 31 Januari 2023 yang telah berkekuatan hukum tetap. Kedua terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UU Tipikor.
“Dengan adanya frasa suap tersebut, maka pada prinsipnya penerimaan gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 12 B UU Tipikor tersebut adalah sama dengan penerimaan suap,” jelasnya.
Baca Juga : KPK Kembali Mendakwa Mantan Bupati Probolinggo Kasus TPPU
Diaz menyebut, menurut prinsip dan karakteristiknya perbuatan penerimaan gratifikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 12 B UU Tipikor adalah sama atau serupa dengan perbuatan penerimaan suap sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, dan Pasal 12 huruf b UU UU Tipikor.
“Sama-sama merupakan perbuatan penerimaan suap, maka perkara pidana yang saat ini didakwakan pada kedua terdakwa masuk kategori ne bis in idem. Berdasarkan ketentuan Pasal 76 ayat (1) KUHP dan Pasal 18 ayat (5) UU HAM, tidak dapat lagi dilakukan penuntutan,” katanya.
Dalam perkara pertama, keduanya divonis 4 tahun penjara karena dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf A atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Kasus yang menjerat kedua terdakwa adalah dugaan suap terkait dengan seleksi atau jual beli jabatan penjabat kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo pada tahun 2021. Hasan dan istrinya terjerat sebagai penerima suap bersama Camat Krejengan Doddy Kurniawan dan Camat Paiton Muhamad Ridwan.