11 Ribu Sapi Terpapar PMK di Jatim, Pemprov Kewalahan?

Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono, meninjau salah satu tempat ternak sapi di Kabupaten Lamongan. (Dok: Humas Pemprov Jatim)

Jurnas.net – Jumlah sapi terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK) di Jawa Timur terus bertambah menjadi 11.317 sapi sejak 1 Desember 2024 hingga 10 Januari 2025. Dari jumlah tersebut, 70 persen berada dalam proses penyembuhan, 22 persen sembuh, dan sisanya mati atau dipotong paksa.

“Prosentasenya masih kecil, hanya 3 persen dari total populasi,” kata Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono, Senin, 13 Januari 2025.

Hingga saat ini, kata Adhy, sebanyak 25 ribu dosis vaksin telah diberikan, ditambah 325 ribu dosis dari APBD, dan 1,4 juta dosis dari Kementerian Pertanian (Kementan). Namun, kebutuhan vaksin di Jawa Timur diperkirakan mencapai 6-9 juta dosis. “Kami akan terus memassifkan vaksinasi seiring dengan peningkatan kasus PMK,” katanya.

Baca Juga : Jawa Timur Butuh 9 Juta Dosis Vaksin PMK dan Baru Terima 12.500

Adhy menegaskan bahwa kasus PMK di wilayahnya menjadi perhatian serius Pemprov Jatim. Bahkan pihaknya intens meninjau sapi di sejumlah peternakam sapi di beberapa daerah di Jatim.

“Kita benar-benar mengantisipasi PMK dengan memperketat jalur perdagangan sapi dan hewan ternak lainnya, membersihkan kandang dan lingkungan menggunakan cairan disinfektan, serta memberikan vaksinasi pada ternak yang sehat sebagai langkah pencegahan,” ucapnya.

Adhy juga mendorong seluruh koperasi untuk melaksanakan vaksinasi secara mandiri, seperti yang dilakukan oleh Koperasi SAE Pujon. Langkah ini dinilainya strategis untuk bersama-sama memerangi wabah PMK secara masif.

“Ketika wabah PMK kembali melonjak, koperasi segera memberikan vaksinasi dan vitamin kepada hewan ternak sapi. Koperasi mengelola hewan yang sehat, sementara vaksinasi untuk sapi milik pribadi tetap menjadi tanggung jawab pemerintah,” ujarnya.

Adhy juga menanggapi kebijakan penutupan pasar hewan selama 14 hari di tiga kabupaten, yakni Tulungagung, Situbondo, dan Ponorogo. Ia menyebut kebijakan tersebut masih dalam kontrol Pemprov Jatim.

“Saat ini Pemprov belum mengambil langkah serupa karena kami masih mempertimbangkan dampaknya pada perekonomian masyarakat. Semua langkah harus seimbang, mengatasi wabah PMK sekaligus menjaga roda ekonomi tetap bergerak,” pungkasnya.